05/12/09

Kerajaan Singosari

Kerajaan dan Raja Besar di Malang
Dikutip dari Buku Peni Suparto : Wasiat Mpu Tantular
Siapapun yang penah belajar sejarah pasti mengetahui latar belakang sosok controversial ini. Namun bisa dipastikan bahwa banyak orang yang menempatkan Ken Arok sebagai seorang pelaku sejarah yang licik, kejam, perusuh dan tepatnya adalah sosok representasi penjahat atau sosok antagonis.
Dalam sejarah Tumapel (sekarang Malang dan sekitarnya) Ken Arok terlepas dari sisi-sisii gelapnya dia adalah seorang figure besar yang memiliki semangat dan cita – cita diri yang melampaui zamannya. Dalam usia masih muda dia sudah bias mengorganisir para pemuda untuk “merampok” upeti Akuwu Tumapel yang hendak didawa ke tanah Daha (Kediri). Hasil rampokan kemudian dikembalikan pada rakyat dan disumbangkan pada biara.
Saat itu Tumapel berada dalam wilayah kekuasaan Daha. Naiknya Tunggul Ametung menjadi Akuwu merupakan intervensi politik dari Sri Baginda Kertajaya yang berkuasa di tanah Daha. Akuwu pun lantas diwajibkan untuk menyetor upeti pada Kediri. Sudah barang tentu Tungul Ametung harus menindas dan memaksa rakyat untuk memenuhi tuntutan upeti dan menghidupkan ribuan prajuritnya.

kanArok besar dalam suasana penindasan sang Akuwu yang bergelar Tunggul Ametung ini. Sebagai seorang pemuda yang sadar maka ia menolak segala bentuk penindasan. Ia juga seorang yang memiliki minat belajar. Dalam banyak keterangan sejarah, ia pernah dididik dalam Biara di bawah bimbingan seorang Brahmana Syiwa yang bernama Danghyang Lohgawe.
Kepribadian Ken Arok yang komplit membuat para Brahmana yang ikut ditindas Akuwu “mengkader” pemuda nakal, liar , progresif dan berani ini untuk melakukan gerakan pembebasan. Buku sejarah banyak mengulas bahwa Tunggul Ametung lengser hanya karena dengan sebatang keris di tangan Ken Arok.
Kudeta Ken Arok merupakan konspirasi pembebasan yang melibatkan agamawan (Brahmana) yang sangat kecewa dengan kepemimpinan kaki tangan Sri Kretajaya tersebut. Tunggul Ametung memang memimpin dengan gaya yang tidak simpatik. Ken Dedes yang banyak dipuja kecantikannya adalah anak seorang Brahmana terkemuka bernama Mpu Parwa. Namun Dedes direnggut oleh Tunggul Ametung untuk diperistri dengan cara yang sangat berlawanan dengan tradisi Biara. Dan ini sangat sensitive I zaman itu.
Pada tahun M, Arok berhasil menumbangkan Tunggul Ametung setelah melewati tahapan scenario yang cukup panjang. Sebelumnya ia menghabisi dahulu pandai besi Emu Gandring. Ini juga menjadi pertanyaan sejarah. Apakah sedemikian kejam ken Arok membunuh Empu Gandring yang berjasa padanya membuatkan keris?
Gandring adalah seorang Pandai besi yang dipercaya sakti mandraguna. Di saat Tumapel sedang tidak stabil Suasana politiknya karena gerakan pemberontakkan Arok, tentu saja ia memiliki ambisi politik tertentu. Gandring memiliki bawahan dan senjata.
Bukan tidak mungkin ia juga ingin menjadi Akuwu bila Tunggul Ametung Lengser. Akhirnya pada titik yang telah diperhitungkan, Arok lalu menikam pandai besi Tumapel ini dengan kerisnya sendiri. Lalu kenapa kitab Paraton tidak menjelaskan serinci ini? Jawabnya, kitab ini dibuat pada zaman setelah Arok berakhir sehingga harus disesuaikan dengan kepentingan raja yang berkuasa, yang belum tentu berpihak pada Arok.
Saat proses kudeta berlangsung, secara mengejutkan terjadi pembunuhan panglima perang Tumapel yaitu Kebo Ijo. Memang ini terkait dengan kudetanya Arok. Kebo Ijo juga berpotensi menggagalkan rencana Arok dalam menjatuhkan Tunggul Ametung karena Kebo Ijo adalah panglima yang memegang kendali langsung terhadap ribuan prajurit tombak maupun pedang. Untuk memuluskan ambisi Arok, peran Kebo Ijo berpihak pada Akuwu harus dihilangkan.
Setelah berhasil menumbangkan Akuwu, Arok mencanangkan paling tidak dua hal. Pertama, menghapus segala penindasan yang dilakukan kepada rakyat para pendahulunya.
Ia menghormati hak rakyat dan kedudukan Brahmana sehingga tidak heran jika ia mendapatkan simpati dan dukungan rakyat Tumapel yang dikemudian hari menjadi kekuatan utama dalam menggulingkan pengusaha Daha Raya (Kediri).
Kedua, Arok menyatakan bahwa Tumapel adalah negeri merdeka. Artinya, ia tidak lagi mengakui kekuasaan Daha Raya yang sedang berjaya menguasai daratan Jawa. Tentu saja Sri Krertajaya murka dan langsung membariskan ribuan prajuritnya untuk menumpas arogansi Tumapel yang dikomandoi Ken Arok. Sebagai seorang pemberani, ia sambut tantangan itu dengan memobilisasi rakyat dan melibatkan kekuatan biara. Perang Ganter pun pecah dan berlangsung sengit.
Mahesa Wulungan yang merupakan saudara Sri Baginda Daha pun tewas dalam perang besar itu. Hal ini menandai kemenangan Arok. Dalam perhitungan sejarah rentang waktu Arok menjatuhkan Tunggul Ametung hingga keberhasilannya menakhlukkan tanah Daha hanya memakan waktu dua tahun (1220-1222 M).
Ini waktu yang sangat singkat dalam mencapai sebuah perubahan. Ketika kretajaya berkuasa, daratan Jawa ini dikuasai. Namun setelah Ken Arok mengalahkanny, maka praktis tanah kekuasaan Daha pun beralih ke Tumapel. Persatuan (integrasi) tanah Jawa sebetulnya telah dimulai dan disesuaikan dengan konteks pada zaman itu.
Arok adalah pemula sebelum lahirnya tokoh – tokoh integrasi yang yang lain. Gerakan pembebasan rakyat yang banyak dibahas orang sekarang telah dimulai oleh Arok sekitar 785 tahun yang silam. Dia tidak mengakui kekuasaan karajaan Daha dan tidak mau mengirim upeti pada Kretajaya.
Ini adalah model perlawanan yang tergolong berani dan meringankan beban rakyat Tumapel. Mendesain diri menjadi pribadi yang jagoan, bersifat ksatria, progresif yang bercita – cita besar padahal ia lahir dari rakyat kebanyakan (kasta Sudra) telah dilakukan oleh Ken Arok.
Generasi muda Indonesia terutama di Malang khususnya jadikanlah militasi ini sebagai roh dalam menuntut ilmu dan implementasinya. Kata “Arek” sendiri besar kemungkinan berasal dari kata “Arok”. Ini adalah ikatan cultural yang luar biasa lekat.