Cerita Malang abad 18
Malang termasuk sebagai kota yang majemuk. Warganya terdiri atas: penduduk pribumi setempat, penduduk Timur Asing (Vreemde Oosterlingen), yang terdiri atas orang Cina dan Arab, serta Timur asing lainnya, serta penduduk Belanda sendiri yang memerintah. Masyarakat inilah yang membentuk pola permukiman di Malang sebelum tahun 1900.
Malang sendiri merupakan kota pedalaman. Letaknya yang cukup tinggi (450 m diatas permukaan laut) membuat Kota Malang menjadi satu-satunya kota yang berhawa dingin di Jawa Timur. Kawasan sekitar Malang yang merupakan daerah perkebunan, membuat kota ini menjadi sangat strategis dan tumbuh dengan cepat sebagai kota kedua yang terbesar di Jatim.
Kota Malang sampai th. 1914, berbentuk konsentris dengan pola jejala (grid) dan pusatnya adalah alon-alon yang dihubungkan dengan jalan-jalan besar yang menuju ke luar kota. Hal ini merupakan modal awal yang baik untuk perkembangan lebih lanjut pada abad ke 20.
Keputusan politik pertama yang berpengaruh langsung pada perkembangan Kota Malang adalah U.U. Gula (suikerwet) dan U.U. Agraria (agrarischewet) pada th. 1870. Undang-undang tersebut mengakibatkan adanya pembangunan secara besar-besaran oleh pihak pemerintah dan swasta untuk membangun prasarana baik didalam kota, jalan-jalan yang menghubungkan Malang sebagai kota pedalaman dengan kota-kota lainnya.
Keputusan politik yang lebih penting adalah adanya undang-undang desentralisasi pada th. 1903, yang disusul dengan keputusan desentralisasi pada th. 1905. Undang-undang tersebut pada pokoknya berisi wewenang yang lebih besar kepada kota-kota yang ditetapkan sebagai kotamadya (gemeente), untuk bisa berdiri sendiri. Malang ditetapkan sebagai Kotamadya (gemeente) pada tanggal 1 April 1914. Sejak saat itu Malang berkembang lebih pesat dari sebuah kota Kabupaten yang kecil menjadi sebuah Kotamadya terbesar kedua di Jatim.
Rencana perkembangan kota Malang merupakan salah satu perencanaan kota yang terbaik di Hindia Belanda waktu itu. Tentu saja hal ini tidak luput dari orang-orang yang ada dibalik rencana tersebut. Selain walikota Malang pertama yaitu: H.I. Bussemaker (1919-1929), juga tak bisa lepas dari peran perencana kota yang terkenal pada waktu itu yaitu Ir. Herman Thomas Karsten.
Pada bulan Agustus 1929, Walikota Malang meminta secara resmi kepada Ir. Herman Thomas Karsten menjadi ”Adviseur” (penasehat) untuk perluasan dan perkembangan kota Malang. Tugas utamanya adalah memperbaiki dan mengembangkan ”geraamteplan” kota Malang yang dibuat oleh pihak Kotamadya, supaya bisa diterima oleh pemerintah pusat. Secara garis besar laporan Karsten (1935:59).