oleh : Ingki Rinaldi
TIDAK mudah menemukan lokasi penemuan fosil Pithecanthropus modjokertensis yang kini masuk wilayah administratif Dusun Klagen, Desa Kepuhklagen, Kecamatan Wringinanom, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Tidak semua penduduk setempat tahu lokasi temuan yang ditandai oleh tugu dari beton cor dilapis batu marmer itu. Padahal, lokasinya hanya berjarak 3 kilometer dari perempatan Pasar Perning, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto.
Sukarto (58), Selasa (24/11), membersihkan lokasi di sekitar tugu peringatan temuan fosil Pithecanthropus modjokertensis yang ditemukan oleh R Tjokrohandjojo yang sedang bekerja untuk geologis asal Belanda, Johan Duyfjes, pada 1936 di sebuah wilayah yang termasuk Jalan Blandong Jetis, Desa Perning, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Kini lokasi temuan yang masuk wilayah Dusun Klagen, Desa Kepuhklagen, Kecamatan Wringinanom, Kabupaten Gresik, dan berbatasan dengan Desa Perning, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, itu nyaris terlupakan. (KOMPAS/INGKI RINALDI)
Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia I, Zaman Prasejarah di Indonesia tulisan Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, terbitan Balai Pustaka tahun 2008, disebutkan bahwa temuan yang berasal dari formasi Pucangan di Kepuhklagen itu berada di sisi utara Desa Perning, Kecamatan Jetis, Mojokerto.
Fosil Pithecanthropus modjokertensis ditemukan tahun 1936 oleh R Tjokrohandjojo yang bekerja untuk geologis asal Belanda, Johan Duyfjes. Wujudnya tengkorak anak usia enam tahun. Umur fosil itu diperkirakan mendekati dua juta tahun. Bisa dikatakan, fosil itu adalah Pithecantropus tertua sekaligus fosil tertua di wilayah geografis kelautan masa silam (maritime paleogeographic).
Fosil itu sama pentingnya dengan fosil Situs Sangiran, Jawa Tengah, baik bagi kalangan paleoantropologis maupun kalangan geologis, untuk kepentingan survei kandungan minyak bumi.
Sukarto (58), seorang petani penggarap, menuturkan, sejak ia kecil, lokasi itu setiap tahun didatangi orang asing. ”Saya membantu orang-orang itu menggali di lahan di sebelah utara monumen. Banyak temuannya, tulang manusia maupun gigi,” katanya.
Menurut Sekretaris Desa Kepuhklagen Sidik Utomo, para peneliti Indonesia kebanyakan hanya menemani peneliti dari luar negeri.
Menurut Kepala Seksi Pelestarian dan Pemanfaatan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Timur (BP3) Prapto Saptono, monumen penanda lokasi temuan Pithecantropus diresmikan oleh perwakilan dari 11 negara pada tahun 1996. Hal itu sekaligus mengenang 100 tahun penemuan fosil.
Kini lapisan marmer di bagian atas tugu sudah ambrol dan menyisakan cor beton meruncing sekitar setengah meter. Di bagian bawah terdapat kotak berlapis marmer yang kusam termakan usia dan tak terawat. Di marmer tertulis nama R Tjokrohandjojo dan J Duyfjes, penemu Pithecanthropus modjokertensis.
Menurut Prapto, lahan itu kini di bawah penguasaan TNI Angkatan Laut. Hal itu menyulitkan BP3 Jatim untuk mengembangkan kawasan tersebut.
Sidik Utomo membenarkan bahwa lokasi itu kini menjadi milik TNI AL. ”Mereka (TNI AL) membeli tanah seluas 203 hektar itu tahun 1998-2004 dengan harga Rp 3.500-Rp 60.000 per meter. Sekarang dipakai sebagai tempat latihan,” katanya.
Kepala Dinas Penerangan Komando Armada RI Kawasan Timur Letnan Kolonel (KH) Toni Syaiful menyatakan, lahan itu rencananya digunakan sebagai lokasi perumahan TNI AL. Namun, belum bisa dipastikan kapan pembangunannya dimulai. ”Secara prinsip, kami memberikan keleluasaan (untuk melakukan penelitian),” kata Toni. Menurut dia, pihak yang hendak meneliti benda-benda prasejarah bisa menghubungi TNI AL.
Namun, saat ini kawasan penemuan itu terancam. Sisa aktivitas penambangan galian C ada di mana-mana. Jika kondisi ini dibiarkan, bukan mustahil kekayaan bukti prasejarah akan musnah.
Sumber: Kompas, Senin, 30 November 2009