07/03/10

Tokoh Pelukis Komik dari Malang

Maestro Teguh Santoso


Karya cerita dan lukis berupa cerita Mahabharata, komik wayang karya (alm) Teguh Santosa yang pernah terbit sebagai bonus Majalah Ananda sekitar tahun 1980-an.

Mereka yang dibesarkan pada dekade 1950-an hingga 1980-an tentunya ingat betul karya-karya beliau: Mahabharata, Ramayana, dan puluhan komik wayang lainnya. Teguh Santoso adalah komikus yang sangat produktif, termasuk membuat komik cerita rakyat. Suatu jumlah yang fantastis dan sulit ditandingi, bahkan untuk komikus generasi muda sekarang.

Ia berusaha untuk tetap setia dengan pakem ceritanya, dan tidak menyampurnya dengan pakem wayang purwa Jawa.

Ambillah sebuah episode Mahabharata dan perhatikan setiap halaman baik-baik. Profil setiap tokoh tidak sulit dibedakan. Walau ia mengadaptasi profil kostum dan perhiasan kepala (termasuk mahkota) dari wayang golek dan wayang kulit, kita masih mampu membedakan tiap karakter dengan mudah. Dekorasi mahkota, perhiasan, dan pakaian, divisualisasikan secara sederhana. Perhatikan pula berbagai bentuk dan ornamen bangunan, mulai dari istana, gapura, hingga kereta kuda dan senjata. Tampak seakan terbuat dari batu dan kayu, dengan proses pengerjaan selayaknya candi puluhan abad silam.

Perhatikan secara seksama gaya bahasa Indonesia yang digunakan. Sangat sederhana, lugas dan sarat makna. Ia mampu menyadur bahasa sastra kelas berat menjadi bahasa pop yang mudah dicerna, seakan bahasa sehari-hari. Pesan moral didalamnya pun tetap melekat dan pembaca dapat menyerapnya.

Di masa jayanya Pak Teguh Santosa dulu, kediaman Teguh di Jalan Anjasmoro Kepanjen Malang, sering didatangi beberapa anak muda (SMP dan SMA) yang semula ingin baca komik di perpustakaan komik Teguh, kemudian keterusan untuk bikin komik.
Mereka antara lain Rokhim, Muhammad Ali , Syamsuri, Buang Affandi, Slamet, dan Bambang Priadi.

Ada proses belajar di sana. Teguh mendidik mereka menjadi komikus yang baik. Bukan mengajari soal teknis membuat komik, tapi lebih sering bersifat dialog. Semula anak-anak muda ini bikin komik dengan napas seperti Teguh. Gaya lukis, narasi, dan tema, sebagian meniru Teguh.

Di masa 70-an itu, oleh Teguh, komik-komik mereka dibawa ke penerbit. Selanjutnya, mereka bisa berhubungan langsung dengan penerbitnya. Karya mereka sudah cukup banyak yang diterbitkan. Nama-nama mereka pun berganti. Slamet menjadi Sam Timur, Muhammad Ali menjadi Ema Wardhana, Bambang Priadi menjadi Eroest BP, Buang Affandi menjadi Baffi, Syamsuri menyingkat namanya menjadi Syam, dan Rokhim menjadi Rahimsyah.

Teguh Santosa, salah seorang komikus kawakan indonesia (1942-2000) selain namanya telah ditabal sebagai seorang illustrator papan atas indonesia di jamannya, juga melalui karya-karya komiknya beliau patut disebut sebagai seorang futuris. Di tahun 1971, Teguh Santosa telah menggunakan istilah ''novel bergambar'' untuk karyanya yang berjudul ''Mat Romeo'', pemakaian istilah ''Novel Bergambar'' oleh Teguh Santosa pada saat itu boleh dibilang telah mendahului jamannya. Komik ''Mat Romeo'' merupakan logi kedua dari trilogi komik karya Teguh Santosa yang paling terkenal, yaitu ''Shandora'', ''Mat Romeo'' dan ditutup oleh logi ketiga, ''Mentjari Majat Mat Pelor''.

Istilah Novel Bergambar atau sekarang dikenal dengan nama Novel Grafis sendiri populer secara internasional sejak Will Eisner menggunakan istilah ''Novel Grafis'' untuk kumpulan empat komik pendeknya dalam komik ''A Contract With God'' di tahun 1978. Walau sampai sekarang istilah Novel Grafis masih sering diperdebatkan definisinya, trilogi Shandora karya Teguh Santosa sering disebut sebagai novel grafis Indonesia, apapun definisi dari istilah novel grafis nya itu sendiri.



ingin membaca "Tokoh Nasional dari Malang " yang lainnya....Klik disini.