06/05/10

Tokoh Orde Lama, lahir di Kepanjen

Cuplikan Biografi
TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)*



Nama : Dr. Soebandrio
Lahir : Kepanjen, Malang, 15 September 1914
Meninggal : Jakarta, 3 Juli 2004
Agama : Islam
Isteri : 1. dr Hurustiati (meninggal April 1974)
2. Sri Kusdyantinah

Ayah : Kusnadi (mantan wedana Kepanjen)
Ibu : Safina

Jabatan:
1947-1949: Wakil RI di Inggris
1950-1954: Dubes RI untuk Inggris
1954-1956: Dubes RI untuk Uni Soviet
1956-1957: Sekjen Kementerian Luar Negeri
1957-1966: Menteri Luar Negeri
1965: Wakil Perdana Menteri I dan Kepala Biro Pusat Intelijen (BPI)

Buku:
= Perjuangan Irian Barat
= Kesaksianku tentang G30S

Alamat:
Jl H Jian No 18, Cipete, Jakarta Selatan
--------------------------------------------------------------


Mantan Menteri Luar Negeri sekaligus Wakil Perdana Menteri I pada zaman Soekarno ini meninggal dunia dalam usia hampir 90 tahun, di rumah kediamannya pukul 01.30 WIB Sabtu 3 Juli 2004. Politikus ulung Orde Lama ini meninggal dunia setelah sembilan tahun dibebaskan dari penjara yang telah dijalaninya selama 29,5 tahun sebagai tahanan politik terlibat G-30-S/PKI. Permohonan grasinya dikabulkan Presiden Soeharto yang membebaskannya dari hukuman mati. Setelah bebas, ia mencoba meluruskan sejarah G 30S yang disebutnya telah dimanipulasi rezim Orde Baru (Orba).


Ia mencoba mengklarifikasi dengan mengeluarkan buku Kesaksianku tentang G30S. Buku tersebut menyebutkan bahwa sejarah versi Soeharto adalah dusta belaka. Kepergian mantan orang nomor dua setelah Soekarno ini juga meninggalkan sebuah kebenaran sejarah dari Peristiwa G30S yang hingga kini masih tetap senyap. Kesaksiannya tentang G-30-S sangat berbeda dari sejarah yang ditulis pada masa Orde Baru. Jenazahnya dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jeruk Purut, Jakarta Selatan, sekitar pukul 15.30, kemarin.


Soebandrio kelahiran Kepanjen, Malang, 15 September 1914, meninggalkan seorang isteri, dua anak, 12 cucu, dan dua cicit. Ia dua kali menikah. Dari perkawinan pertamanya dengan almarhum dr Hurustiati (meninggal, April 1974), ia mempunyai seorang putra, Budoyo (almarhum), yang juga
telah meninggal Februari 1974 ketika ia masih ditahan di LP Militer di Cimahi. Budoyo memiliki dua putra, Jhonjhon dan Arnold, yang masing-masing memiliki satu putra.

Kemudian, semasa dipenjara, tahun 1980, ia menikahi Sri Kusdyantinah yang membawa empat putra dari suami pertamanya, almarhum Kolonel Bambang Supeno, namun dua di antaranya Bambang Wahyu Aji dan Bambang Bima Aji telah meninggal dunia. Tinggal dua akan yang hidup yakni Bambang Indrayana dan Bambang Darmayoga serta 10 cucu.

Orang dekat Soekarno itu mengembuskan napas di rumah kediamannya di Jl H
Jian No 18, Cipete, Jakarta Selatan, setelah enam bulan terbaring di rumah karena stroke.


Menurut istrinya, Sri Kusdyantinah, 73, almarhum memang tidak mau dibawa ke rumah sakit. Menurut Sri, suaminya sudah tiga kali mengalami stroke sejak keluar dari penjara Cipinang 15 Agustus 1995. Serangan jantung yang ketiga mengakibatkan dia terjatuh terjerat sarung setelah salat. Sejak itu, Soebandrio hanya bisa terbaring hingga ajal menjemputnya.

Namun, Sri menceritakan, selama sakit tersebut, suaminya yang menguasai bahasa Inggris, Jerman, Belanda, Prancis, dan Rusia, itu masih tekun menyimak berita di koran dan televisi. Ia masih bisa membaca tanpa mengenakan kacamata. Menurut Sri, sebulan sebelumnya, ketika kondisitubuhnya sangat lemah, Soebandrio sempat mengatakan sudah tak kuat lagi
melanjutkan hidup. "Tapi saya belum tega meninggalkan kamu," kata Soebandrio kepada Sri, seperti dituturkan kembali oleh Sri.

Sejumlah tokoh tampak datang melayat ke rumah duka. Antara lain, Menteri Luar Negeri Roeslan Abdulgani, mantan Gubernur DKI Ali Sadikin, mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Asvi Warman Adam, dan Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono. Kepala BIN Hendropriyono mengungkapkan bahwa Soebandrio adalah orang pertama yang memimpin Badan Pusat Intelijen yang saat ini menjadi BIN. Sementara Roeslan Abdulgani dan Ali Sadikin turut memandikan jenazah sebelum disemayamkan di ruang keluarga.

Kisah hidup Soebandrio seperti roda pedati. Mantan dokter bedah yang kemudian menjadi politisi ulang, ini sebenarnya bukanlah seorang politisi tulen. Putra kedua dari pasangan almarhum Kusnadi (mantan Wedana Kepanjen) dan Safina ini mulai aktif berpolitik ketika menjadi anggota Partai Sosialis Indonesia (PSI) di bawah pimpinan Sutan Sjahrir. Kemudian ia ditunjuk menjadi Sekjen Kementerian Penerangan dalam Kabinet Sjahrir (Oktober 1946-Juli 1947). Dalam posisi ini, ia menunjukkan bakat dan kemampuannya sebagai seorang diplomat.

Pada tahun 1947-1949, ia pun dikirim menjadi Wakil RI di Inggris. Kepiawaiannya berdiplomasi makin menonjol, sehingga kemudian ia diangkat menjadi Dubes RI untuk Inggris (1950-1954), Dubes RI untuk Uni Soviet (1954-1956). Kemudian, tahun 1956 ia dipercaya memangku jabatan Sekjen Kementerian Luar Negeri saat Roeslan Abdulgani menjabat Menlu.

Kemudian pada tahun 1957, Soekarno mengangkatnya menjabat Menteri Luar Negeri. Namanya pun semakin mencuat ke panggung politik nasional maupun internasional pada terjadi konfrontasi merebut Irian Barat. Ia menjabat Menlu sejak 1957 sampai 1966 dalam enam kabinet (kabinet Karya, KerjaI-IV, dan Dwikora I-II). Selain menjabat Menlu, ia juga pernah menjabat sejumlah jabatan penting, seperti Kepala Biro Pusat Intelijen (BPI) dan Wakil Perdana Menteri I.

Ia memang seorang diplomat yang cerdas dan menguasai keadaan. Ia suka belajar. Juga sering bertemu langsung dengan rakyat. Dalam konsepnya, politik luar negeri adalah cerminan dari keadaan di dalam negeri.

Jatuhnya pemerintahan Soekarno, berakibat langsung kepada kelanjutan karirnya. Rezim Soeharto menudingnya terlibat peristiwa Gerakan 30 September/PKI. Ia pun dituding sebagai Anjing Peking. Rumahnya di Jalan Imam Bonjol Nomor 16 Jakarta Pusat didobrak paksa. Keponakannya, Aris
Sutanto, dan adik istrinya, Hudoyo, terkejut bukan main. Mereka tak bisa berbuat apa-apa ketika Soebandrio ditangkap dan dibawa paksa. Ia ditahan di rumah tahanan Jalan Setia Budi, Jakarta (sekarang SMA Boedi Oetomo).

Kemudian diadili di Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub), dan dijatuhi vonis hukuman mati. Beberapa negara, seperti AS, Inggris, dan Belanda, bereaksi atas hukuman mati itu. Kemudian hukuman mati itu diubah menjadi hukuman seumur hidup. Ia menjalani hukuman penjara selama 9 tahun enam bulan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Militer Cimahi, LP Nirbaya Jakarta, dan LP Cipinang Jakarta. Dan akhirnya dibebaskan bersama Oemar Dhani pada 15 Agustus 1995 setelah permohonan grasinya diterima Presiden Soeharto.

Setelah bebas, ia aktif menulis. Dua bukunya diterbitkan, yakni buku pertama berjudul Perjuangan Irian Barat dan buku kedua berjudul Kesaksianku tentang G30S. Buku kedua ini merupakan ungkapannya dalam meluruskan sejarah seputar peristiwa tahun 1965 yang gelap dan penuh
rekayasa. Buku tersebut menyebutkan bahwa sejarah versi Soeharto adalah dusta belaka. Buku ini sempat dilarang beredar pada masa pemerintahan Soeharto.


ingin membaca "Tokoh Nasional dari Malang " yang lainnya....Klik disini.






Cuplikan buku ini kami lampirkan dalam halaman Web side askinya :
Copyright © 2002-2004 Ensiklopedi Tokoh Indonesia. All right reserved.
Design and Maintenance by Esero

http://www.biografiindonesia.com/ensiklopedi/s/soebandrio/index.shtml